Siaran Pers IMRAS 2017: Siasat Pers Hadapi Era Disrupsi"

[IMG:logo-imras-2017-01-1bzgc0c2e1zho.jpeg]

Siaran Pers ----- untuk segera diwartakan

IMRAS 2017: Siasat Pers Hadapi Era Disrupsi"

Surabaya  (1/11/2017) ---- Di tengah perubahan pola konsumsi media, tak sedikit perusahaan pers yang karam ditinggal pembaca. Riset diperlukan untuk mengetahui perkembangan terkini, mendengar apa yang diinginkan pembaca, sekaligus sebagai referensi agar dapat menyusun strategi yang tepat.

Untuk itu, Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat kembali mengajak para akademisi Ilmu Komunikasi dari berbagai perguruan tinggi untuk mengikuti kompetisi riset media, Indonesia Media Research Awards and Summit (IMRAS). Agenda yang telah memasuki tahun keempat kali ini mengusung tema “Tren Pola Konsumsi Media di Indonesia Tahun 2017”. Adapun puncak apresiasi dilaksanakan malam ini di Surabaya, Rabu (1/11/2017).

Direktur Eksekutif SPS Asmono Wikan mengatakan, riset media ini dilakukan sebagai data pembanding terhadap perkembangan media sehingga stakeholder media memiliki acuan referensi yang makin beragam. Tahun ini, tercatat ada 89 abstrak dari 115 akademisi dari 46 universitas yang berpartisipasi mengikuti ajang IMRAS. Dari jumlah tersebut terdapat 45 peserta yang lolos babak penilaian dan berhak untuk mempresentasikan hasil risetnya di hadapan dewan juri di hari yang sama sebelum malam penganugerahan. Kategori penilaian terbagi ke dalam   media cetak (13 paper) dan media on-line (32 paper). Ide riset yang diangkat peserta beragam mulai dari jurnalisme warga, millennials, iklan di media on-line, hingga media engagement.

Budhiana Kartawijaya, salah satu dewan juri, menyorot hal menarik dari riset yang dilakukan salah satu peserta. Perusahaan media cetak telah melakukan berbagai cara kreatif untuk dapat bertahan di tengah disrupsi informasi dan memenuhi keinginan pembaca. Hingga timbullah istilah baru: native advertising. "Iklan dikemas dalam bentuk berita," katanya. Tren yang menggejala di dunia jurnalistik ini mengundang perdebatan baik dari sisi kode etik jurnalis, etika bisnis maupun peraturan pajak. "Sebelumnya ada tembok pemisah antara konten bisnis dan jurnalis," imbuhnya.

Begitu banyak hasil riset yang menginspirasi mendorong SPS untuk melakukan penelitian yang khusus memotret tentang media cetak dan jurnalisme. "Hasil penelitian tersebut kemudian dihimpun dalam sebuah karya berbentuk buku," kata Asmono.

Setelah melakukan serangkaian proses dan rapat pleno,  dewan juri memutuskan karya ilmiah The Last Bastion: Strategi Kapital dalam Penguasaan Pasar Pembaca Surat Kabar Daerah” milik Bestian Nainggolan dari Universitas Indonesia menjadi pemenang pertama untuk kategori Media Cetak. Sementara Bambang Sukma, Suharyanti dan Maria Theresia Anitawati dari Universitas Bakrie menjadi pemenang pertama untuk kategori Media On-Line. Adapun Camelia Catharina Pasandaran dan Adi Wibowo Octavianto dari Universitas Multimedia Nusantara menjadi Pemenang Pilihan SPS. Para pemenang telah mengantongi lima kriteria yang ditentukan dewan juri. Antara lain gagasan, kesesuaian tema, penulisan, dan metodologi. (Daftar pemenang terlampir).

Puncak acara IMRAS diikuti dengan kegiatan konferensi media cetak nasional. Agenda ini menghadirkan best practices manajemen pers terkini dari berbagai penerbit pers dan dihadiri sekitar 200 praktisi dan pimpinan penerbit pers cetak dari seluruh Indonesia. *** (nia/rtn)

Informasi dapat menghubungi: Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat

  1. Asmono Wikan – Direktur Eksekutif SPS – 0816 119 1936